Kamis, 06 Juni 2013

Provinsi NTT Masuk Kategori Terburuk Dalam Tata Kelola Pemerintahan

Provinsi Nusa Tenggara Timur masuk kategori terburuk dalam tata kelola pemerintahan dengan menempati peringkat 30 dari 33 Provinsi di Indonesia.

Hal ini mengemuka dalam Soft Launching hasil Indonesia Governance Index (IGI) tentang Tata Kelola Pemerintahan Provinsi diselenggarakan oleh Partnership For Governance Reform di Ruang Kolbano Hotel Kristal Kupang Rabu (29/5).

Menurut peneliti Partnership di Provinsi NTT Zarniel Woleka,SH, hasil pemeringkatan lima teratas Indonesia Governance Indeks (IGI), sebelumnya Partnership Governance Indeks (PGI), Tahun 2012-2013 adalah Provinsi DIY (6,80) Jatim (6,42) DKI (6,33) Jambi (6,24) dan Bali (6,23), sedangkan lima Provinsi terbawah diantaranya adalah Provinsi Papua (4,86), NTT (4,82), Bengkulu (4,77) Papua Barat (4,42) dan Maluku Utara (4,41).

"Dalam konsep demokrasi modern, kualitas governance tidak hanya ditentukan oleh kinerja arena pemerintah (lembaga eksekutif dan legislatif) saja, melainkan juga interaksi antar arena tata kelola pemerintahan yang terdiri dari pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil dan ekonomi (swasta),"jelas Zarniel Woleka.

Dia menambahkan Partnership for Governance Reform in Indonesia telah melakukan pemeringkatan Tata Kelola Pemerintahan di 33 Provinsi seluruh Indonesia. Pengukuran dilakukan terhadap 4 (empat) sektor yaitu, Eksekutif, Legislatif, Birokrasi, Masyarakat Sipil dan Dunia Usaha. Pengukuran keempat sektor tersebut telah diukur dengan menggunakan 6 (enam) Parameter Good Governance yaitu Akuntabilitas, Transparansi, Partisipasi, Keadilan, Efisiensi dan Efektivitas.

Zarniel menjelaskan hasil IGI NTT 2012, menampilkan fakta indeks keseluruhan NTT 4.73 ada dalam status yang cenderung buruk, dari rata-rata nasional 5.60. Pada 3 sektor lainnya menunjukkan nilai rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata nasional, Sektor pemerintah memperlihatkan indeks yang paling rendah yaitu 3,76 ini artinya cenderung buruk, dibandingkan indeks nasional 4,86.

Arena birokrasi juga tidak jauh berbeda dengan indeks 4.19 bandingkan dengan nasional 5,74. Sedangkan masyarakat ekonomi berada di indeks 4,83 dari rata-rata nasional 5,75.

Indeks arena masyarakat sipil di NTT yaitu 6.40 memperlihatkan situasi yang cenderung baik, bahkan melebihi rata-rata nasional 6.33.

Namun penilaian ini juga menunjukkan NTT sedikit lebih baik diatas Bengkulu (4.64), Maluku Utara (4.29), dan Papua Barat (4.17), tetapi sungguh jauh dibandingkan dengan Jogjakarta dengan indes keseluruhan 6.81, atau sang tetangga NTB dengan indeks keseluruhan 5.66.

Zarniel mengatakan Faktor penyebabnya adalah adanya nilai-nilai yang secara signifikan menarik turun peringkat NTT, diantaranya adalah Prinsip Keadilan (1,81) di Arena Pemerintah, Prinsip Partisipasi (1,89) dan Keadilan (2,01) di Arena Birokrasi, yang kesemuanya masuk kategori Sangat Buruk.

Rekomendasi dari Indonesia Governance Index (IGI) untuk pemerintah
Transparansi, efektifitas, keadilan dan efisiensi adalah yang harus segera diperbaiki oleh pemerintah (Gubernur dan Legislatif).

Transparansi berupa kemudahan publik mengakses penggunaan dana aspirasi, akses informasi terhadap dokumen kelengkapan APBD dan pertanggungjawabannya, terhadap dokumen-dokumen hukum, risalah rapat/kunjungan/kegiatan DPRD harus dibenahi secara online dan ter-update. Semua ini penting dilakukan untuk meningkatkan kontrol dan kepercayaan publik terhadap Gubernur dan DPRD.

Efektifitas berupa peningkatan produktifitas jumlah PERDA yang harus dihasilkan untuk mengatur jalannya pembangunan, termasuk membuat berbagai regulasi lingkungan hidup, serta meningkatkan prosentase perempuan di parlemen.

Keadilan, perlu peningkatan alokasi APBD untuk kesehatan, Penanganan kemiskinan dan pendidikan.

Efisiensi, perlu peningkatan Rasio Anggaran Belanja Pegawai (Langsung+Tidak Langsung) terhadap Total APBD

Birokrasi
Yang perlu diperbaiki, Partisipasi berupa perubahan paradigma kerja dari hal-hal administratif (office-centered) ke persoalan publik (people-centered). Lebih membuka ruang keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dengan aktifasi unit-unit pengaduan di bidang kesehatan, pendidikan, pengentasan kemiskinan, dan keuangan. Juga diperlukan interaksi dengan kampus dan elemen sipil lainnya untuk peningkatan kualitas pembangunan.

Efektifitas pembangunan harus diupayakan melalui pertumbuhan investasi dan bisnis lokal melalui peningkatan PAD. Implementasi proyek pembangunanpun harus mempertimbangkan kelestarian alam, yang cenderung semakin rusak.

Keadilan adalah dengan memperbaiki kualitas kelompok kerja pengarus utamaan gender di tingkat provinsi guna mencapai kualitas pembangunan yang tidak timpang terhadap kelompok-kelompok rentan. Terlebih dengan semakin meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Serta peningkatan prosentase pejabat perempuan di eselon 2.
   
Transparansi, Kemudahan akses terhadap regulasi tentang investasi di provinsi.

Efisiensi, meningkatkan kemudahan akses dan Pelayanan Pengurusan Investasi.

Masyarakat Sipil
Partisipasi OMS yang terlihat cenderung meningkat pada level evaluasi pembangunan, harus lebih ditingkatkan lagi sejak tahap perencanaan. Keterlibatan masyarakat sipil sejak awal sangat krusial bagi kualitas proses dan hasil pembangunan.
Diperlukan upaya untuk merubah paradigma pokok hubungan dengan pemerintah, harus menjadi partner strategis, bersinergi dan berbagi sumber daya untuk membangun NTT.

Masyarakat Ekonomi
Asosiasi usaha dan kelompok buruh harus melakukan perbaikan mulai dari bersatunya asosiasi dalam memperjuangkan kebijakan pembangunan yang pro-pertumbuhan ekonomi rakyat dan mendukung hak-hak pekerja, sampai kepada tanggungjawab untuk menumbuhkan usaha dan penyerapan tenaga kerja tanpa ketergantungan kepada realisasi APBD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar